JAKARTA, Matanews.net-Melesat di lintasan balap bak candu yang menggeliat dalam raga Alexandra Asmasoebrata. Tidak disangkal, kiprahnya sebagai satu-satunya pembalap perempuan Indonesia di kelas gokart maupun mobil formula membuatnya kian dikenal dunia.
Perjuangan Sebagai Pembalap

Awalnya dunia balap sama sekali tidak disukai Alexandra Asmasoebrata. Tapi berbagai hal dan kondisi yang terjadi ketika ia masih remaja membuat Alexandra akhirnya jatuh cinta pada balapan.
Dan ketika rasa cinta pada balapan itu mulai merasuk ke seluruh relung kalbu dan raganya, putri pembalap Alex Asmasobrata ini justru dibenturkan dengan berbagai persoalan. Padatnya jadwal balap yang harus dilakoni Alexandra terbentur dengan jadwal sekolah yang tak bisa ditunda. Tidak ingin meninggalkan salah satunya, Alexandra mengerahkan segala cara demi meraup keduanya.
“Yang paling susah masa SMA masa SMP oke lah. SMA formula tapi alhamdulilah lulus dengan bagus satu sementer 30 hari gak masuk, totalnya bisa 40 hari bisa sekian hari gitu loh,” kata Alexandra.
Tidak hanya meninggalkan sekolah dalam waktu yang cukup lama, Alexandra mulai meninggalkan rumah dan kota Jakarta. Bukan untuk bersenang-senang semata. Lebih dari itu, Alexandra yang semakin piawai dengan mobil balap telah mengantarkannya pada sederet jadwal yang begitu padat. Ketika mulai terbiasa, Alexandra justru bingung, ketika terlalu lama berada di rumah atau di Jakarta.

“Di satu sisi memang ninggalin rumah itu home six pasti. Mau komunikasi sama mama, tapi kadang-kadang misalnya lagi off gak ada event boring banget di Jakarta. Pernah juga kayak gitu, itu lah sering banget,” kata Alexandra.
Usia muda, ketika masa-masa bercengkrama dengan teman sebaya menjadi hal biasa bagi kebanyakan orang namun tidak begitu adanya bagi Alexandra. Ia justru lebih banyak menghabiskan masa remaja di arena balapan.
“Pastinya sering banget SMA berdebat sama papa, misal aku Rabu ulangan, aku pulang hari Minggu, jadi Senin bisa sekolah, SMA aku lulus dah selesai,” tutur Alexandra.
Terus Mencintai Dunia Balap

Lepas dari masa SMA suatu kebebasan luar biasa bagi Alexandra. Berbekal dengan pengetahuan balap yang ia punya, Alexandra justru berbelok ketika duduk di bangku kuliah. Pembalap yang terlahir dengan nama Allida Alexandra Nurluthvia ini, justru mengambil jurusan advertsing.
“Aku gak tau kenapa bisa (ambil jurusan komunikasi) saat SMA. Aku sibuk balap pas kuliah ya udah apa aja,” kata Alexandra.
masih di bangku SMA, Keinginannya untuk menjadi orang biasa tanpa embel-embel nama ayahanda yang telah lama malang-melintang di dunia balap membuatnya kembali memperkenalkan diri dengan nama masa kecilnya, Alida.
“Aku kalau ngenalin diri sama orang itu di kampus aku sering dipanggil nama Alida, jadi orang biasa itu lebih nyaman menurut aku ya,” tutur Alexandra.

Nyaman menjadi orang biasa bukan berarti membuat Alexandra membuang semua angan yang pernah ia impikan. Dunia balap tetap melekat di hati dengan segala resiko yang harus ia hadapi. Olahraga yang menantang maut ini terus dilakoni Alexandra hingga kini. Adalah sang ayah, Alex Asmasoebrata, yang terus memotifasi dan membekalinya dengan ilmu balapan.
“Di sini bukan cari mati tapi olah raga yang sifatnya memang paling bahaya, ya ini tapi kita selain berusaha, latihan, tahu aturan memohon doa juga pada yang kuasa, syukuran,” tutur Alex Asmasoebrata, ayahanda Alexandra.

Tidak hanya sekedar bisa, sang ayah juga tidak lupa memberi bekal agama kepada putrinya. Sepintar-pintarnya seorang hamba, masih ada sang pencipta, yang maha kuasa. Dari sini juga lah keberanian Alexandra seketika kembali bergelora, tat kala ia gundah dan dilanda rasa takut saat melewati setiap lekuk lintasan balap.
“Aku baca yang aku bisa apa pun itu aku baca surat pendek yang aku bisa aku baca. Jadi sebelum balap pas nyetir tapi untuk keselamatan juga aku mikirnya seperti itu,” tutur Alexandra.
Di Bawah Bayang-bayang Maut

Menjadi yang tercepat adalah impian setiap pembalap. Begitu juga dengan Alexandra Asmasoebrata. Memacu kendaraan dan keberanian melampaui orang pada umumnya adalah tantangan yang membanggakan baginya. Tantangan yang senantiasa memberi bayang akan kecelakaan. Di lintasan balap pula, Alexandra kerap mengalami bencana. Bahkan mobil yang ia kendarai pernah lebur berkeping-keping.
“Di formula aku pernah parah banget, karena itu ancur kita pake perlengkapan yang baik, kaus kaki khusus, yang apa ya, walau nabrak tembok katanya ga apa-apa, tapi shocknya itu ga enak banget,” kenang Alexandra.
Kenangan yang masih terbayang dari sosok ayahnya. Namun ada rasa bangga, yang mengendap dari ketakutannya kala itu. Setiap Alexandra mengalami kecelakaan ia kembali ke lintasan. Kegagalan tidak membuatnya patah arang. Dan hal itulah yang selalu membuat sang ayah, Alex asmasoebrata, menyandangkan kebanggaannya terhadap putri tercintanya

“Sebetulnya lepas dari depan ga ada orang berpikir apa-apa lalu dia berbalik badan di tabrak rame-rame dari belakang. Dari situ dia sobek dengkulnya badannya juga, tapi besoknya dia ke balap dan juara juga,” tutur Alex Asmasoebrata, ayah Alexandra.
Bangkit dari kecelakaan, Alexandra kembali ke podium juara. Baginya, arena balap adalah bagian dari jiwa yang telah melekat sejak lama.
“Tetap harus diperlukan rasa takut di balapan tapi kalau seenggaknya kita mesti punya rasa takut tapi tidak harus terlalu banyak juga,” tutup Alexandra.
Masa Kecil

Di balik cerita membanggakan dari anak pembalap Alex Asmasoebrata ini berbekas masa lalu yang jauh berbeda dari apa yang ia jalani kini. Meliuk dalam irama tari adalah kegemaran Alexandra ketika masih berusia belia. “Awalnya itu dari kecil banget aku udah nari, ikut nari, suka lukis, suka nari SD masih nari segala macam,” tutur Alexandra.
Tidak hanya menari yang ia tekuni, olahraga berkuda juga membuatnya jatuh hati.Sebelum terpikat dunia otomotif,Alexandra lebih sering menghabiskan hari – harinya dengan menunggangi kuda. “Sebelum aku turun di dunia otomotif aku suka berkuda, mama-papaku juga suka main kuda juga,” ungkap Alexandra.
Lentik jemari saat menari, gagah berani saat menunggangi kuda, Alexandra justru dibesarkan oleh mobil gokart. Saat pembalap kelahiran Jakarta ini duduk di bangku SMP, ia dihadapkan pada pilihan yang pada awalnya tidak ia nikmati.

Membujuk dengan cara merajuk dilakoninya agar ia bisA menghindari gokart. “Waktu aku pertama kali coba balap umur 12, aku naik gokart yang aku ngambek, yang pertama ada di pikiran aku, minder, ini kan laki-laki semua. Itu cumin pikiran anak kecil yang sesimpel itu,” kata Alexandra.
Bukan semata-mata karena tidak suka, ada gejolak hati yang memberontak sebagai perempuan. Kala itu, Alexandra masih menyangsikan kemampuannya untuk berkecimpung di dunia yang kebanyakan digandrungi oleh kaum adam tersebut. Tapi apa boleh dikata, gokart yang telah ada di hadapan mata, serta desakan dari ayahanda membuat Alexandra harus berani untuk mencoba. “kalau aku gak balap, aku gak latihan jangan marah ya, gimana gak marah gokart-nya udah dibeli itu,” tutur Alexandra.*(M-2)