SEHARI setelah kegiatan sosialisasi analisis dampak lingkungan (amdal) batu gamping di Lengko Lolok pada Sabtu (12/9), dua warga tolak tambang dari kampung Lengko Lolok menelepon saya. Yang pertama, Isfridus Sota menelepon pada pukul 07.38 WIB.
Isfridus menceritakan suasana pertemuan dengan Tim Amdal dari Undana Kupang. Pertemuan ini juga dihadiri Bupati Manggarai Timur Andreas Agas dan jajarannya serta Ketua DPRD Matim Heremias Dupa dan anggota DPRD Matim lainnya. Selain itu, hadir pula utusan JPIC Ruteng, Pastor Paroki Reo, Koordinator Luwuk Lolok Diaspora Jakarta Maxi Rambung, dan sejumlah warga masyarakat lingkar tambang.
“Oe, Ase. Lewer engan tombo dite one berita medsos agu grup WA data Manggarai Raya agu diaspora (Adik, viral sekali omonganmu di medsos dan grup WA Manggarai Raya dan kelompok dispora Manggarai),” canda saya, mengawali percakapan kami.
“Terima kasih kalau sudah dimuat di media. Sebenarnya, masih banyak yang ingin saya sampaikan. Karena saya masih menyimpan catatan pernyataan Pak Bupati mengenai pengangguran dan pengaspalan jalan ketika dia sosialisasi di Luwuk 21 Januari lalu. Tapi sayang, Pak Bupati tidak lama di Lengko Lolok. Dia cepat pamit. Katanya, ada urusan perkawinan keluarganya. Mudahan-mudahan masih bisa ketemu di kesempatan lain,” harap Isfridus, lulusan SMA Santo Gregorius Reo tahun 1988.
Selang satu setengah jam kemudian, tepatnya pukul 09.00 WIB, saya kembali mendapat telepon dari seorang warga Lengko Lolok lainnya. Kali ini yang menelepon adalah Bonefasius Uden. Bonefasius kakak dari Isfridus. Kakak beradik ini dua warga Lengko Lolok tersisa yang masih gigih mempertahankan hak-hak mereka untuk tidak menyerahkan tanah dan kampung kepada pihak tambang batu gamping PT. Istindo Mitra Manggarai.
Rupa-rupa hal diceritakan Bonefasius. Saya heran, kata Bonefasius, tim amdal seolah-olah memihak perusahaan tambang. Omongan Pak Maxi (Maxi Rambung, Koordinator L2D Jakarta, red) tidak mereka tanggapi. Mereka hanya bilang, ini bahan masukan bagi kami. Selain itu, yang akan diundang ke Kupang hanya dari kelompok protambang. Ada dua orang dari kampung Lengko Lolok, Klemens dan Vitalis. Sedangkan dari luar Lengko lolok, ada Nabas dan Man.
“Kami juga heran, apakah tim ini amdal perusahaan atau amdal pemerintah,” lanjut jebolan STM Bina Kusuma Ruteng itu, seolah menyimpan keraguan akan netralitas dan profesionalitas tim amdal dari Undana ini.
Untuk mengikis keraguan Bonefasius akan netralitas dan profesionalitas tim amdal dari Undana Kupang itu, saya menjelaskan, tim amdal yang ada memang dipilih dan ditunjuk oleh pihak perusahaan tambang, yang diharapkan nanti hasilnya akan memuluskan perizinan operasional tambang. Untuk pertemuan pertama ini, mereka hanya menampung usulan dan masukan dari warga masyarakat. Nanti masih banyak pertemuan lanjutannya.
Namun, percayalah, saya coba meyakinkan Bonefasius, tim amdal dari Undana ini pasti netral dan bekerja secara profesional. Karena mereka membawa nama besar universitas terkenal di NTT, Undana Kupang. Nama baik Undana akan menjadi taruhannya.
Tapi, kalau ini bukan tim amdal pemerintah, kejar Bonefasius, kenapa Pak Bupati juga ikut hadir? Padahal Pak Bupati hanya datang sebentar dan omong sedikit saja. Kemudian dia pamit. Katanya, ada pesta kawin keluarga di Ronting.
Kepada Bonefasius, saya tidak bisa memberikan jawaban yang pasti. Sebagai tuan rumah yang baik, kata saya, mungkin saja, Bupati Agas ingin melayani dan memastikan para tamu dari Kupang itu dijamu dengan baik di kampung Lengko Lolok. Lebih dari itu, boleh jadi kehadiran Bupati Agas di Lengko Lolok sebagai bentuk dan bukti ketaatan terhadap perintah atasannya, Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat ketika berkunjung ke Pota, Matim, Rabu (24/6/2020).
Dalam pidatonya, Laiskodat meminta Agas untuk mengawal proses amdal pertambangan batu gamping di Lengko Lolok dan pembangunan pabrik semen di Luwuk.
Seperti keheranan Bonefasius, banyak pula kelompok diaspora yang bertanya, apa urgensi kehadiran Bupati Agas dalam kegiatan sosialisasi tim amdal dari Undana Kupang ini? Apakah Agas punya kepentingan besar, sehingga dia harus mengantar sendiri tamunya, yang mestinya bisa dilakukan oleh pejabat di bawahnya seperti Sekda atau Kepala Dinas? Tentu saja, hanya Tuhan dan Agas yang tahu persis jawaban sebenarnya.
Sementara itu, tim amdal dari Undana Kupang pimpinan Doktor Herry Zadrak Kotta ini dalam beberapa bulan ke depan harus bekerja keras. Mulai dari mereka mengumpulkan informasi dan masukan masyarakat, menganalisis data, menyimpulkan, hingga mempresentasikan hasil kajiannya. Dan, tentu saja, di ujung kerja tim ini nanti, akan tersaji di meja makan publik, amdal rasa Undana ataukah Pemda? Kita tunggu. (M-3)
menjadi pertanyaan kenapa yang diundang ke Kupang hanyalah orang yang protambang?.
Terimakasih untuk kae,melalui kae pro kontra tambang ini menjadi transparan
kami tunggu perkembangan selanjutnya.
tetap semngat kae.