MOGADISHU, Matanews.net – Keputusan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang menarik pasukan negara adidaya itu keluar dari Somalia terhitung Januari 2021 nanti dinilai senator Somalia sebagai langkah yang tidak tepat. Alasannya, pemerintah Somalia akan mengadakan pemilihan parlemen bulan ini dan pada awal Februari akan menggelar pemilihan nasional.
Senator Ayub Ismail Yusuf mengaku, pihaknya sangat kecewa dengan keputusan Donald Trump dan berharap presiden yang akan datang yaitu Joe Biden bisa membatalkan keputusan itu. “Keputusan AS untuk menarik pasukan keluar dari Somalia pada tahap kritis dalam keberhasilan perang melawan al-Shabaab dan jaringan teroris global mereka sangat disesalkan,” kata Yusuf dikutip Reuters, Sabtu (5/12).
Untuk diketaui, Somalia sebelumnya digempur serangan kelompok pemberontak pimpinan al-Shabaab yang berafiliasi dengan jaringan teroris al-Qaidah. Somalia mendapat dukungan internasional, termasuk AS dalam menumpas kelompok pemberontak.
Berkat bantuan dan pelatihan yang diberikan pasukan AS, pasukan Somalia yang dikenal sebagai Danab mampu melemahkan pasukan pemberontak. “Pasukan AS telah memberikan kontribusi besar dan berdampak besar pada pelatihan dan efektivitas operasional tentara Somalia,” puji Yusuf.
Saat ini, pasukan AS di Somalia berjumlah 700 personil dan pada 15 Januari mendatang akan ditarik dari Somalia. “Jika penarikan itu permanen, itu akan berdampak besar pada upaya kontraterorisme,” kata Kolonel Ahmed Abdullahi Sheikh, yang menjabat komandan Danab selama tiga tahun hingga 2019.
Ahmed sendiri sduah bertempur bersama pasukan AS dan selama di bawah komandonya dua orang Amerika dan lebih dari seratus anak buahnya sendiri telah tewas. “Baik pasukan AS dan Somalia menentang penarikan itu,” katanya.
Selama ini AS ingin memperluas Danab menjadi 3.000 personel dan program itu rencananya akan berlanjut hingga 2027. Namun, dengan penarikan itu, kata Ahmedkata, masa depan Danab tidak jelas. Penarikan pasukan AS, lanjutnya, terjadi pada saat negaranya masih bergejolak.
Ethiopia, yang merupakan penyumbang pasukan utama bagi pasukan penjaga perdamaian dan memiliki ribuan lebih tentara di Somalia secara bilateral, terganggu oleh konflik internal yang pecah bulan lalu. Negara itu telah melucuti ratusan penjaga perdamaiannya.
Sekadar kilas balik, Somalia pecah oleh perang saudara sejak 1991. Namun, masuknya pasukan penjaga perdamaian pada tahun 2008 membantu pemerintah negara itu untuk menjalankan reformasi bertahap di militer, seperti sistem biometrik untuk membayar tentara dan pembentukan Danab.
Namun, persoalan dalam tubuh militer Somalia juga masih banyak, seperti masalah korupsi dan intervensi politik. “Mungkin penarikan akan memaksa Somalia untuk menghadapi mereka,” tutup Ahmed. (M-1)