• Home
  • Mata News
    • Daerah
    • Nasional
    • Internasional
  • Opini
  • Lifestyle
    • Entertainment
    • Kesehatan
    • Kuliner
    • Pariwisata
    • Seni Budaya
    • Religi
  • Sport
  • Mata Sosok
  • Mata Kampus
  • Pojok Matanews
  • Galeri
  • Redaksi
Rabu, Januari 25, 2023
  • Login
No Result
View All Result
www.matanews.net
NEWSLETTER
  • Home
  • Mata News
    • Daerah
    • Nasional
    • Internasional
  • Opini
  • Lifestyle
    • Entertainment
    • Kesehatan
    • Kuliner
    • Pariwisata
    • Seni Budaya
    • Religi
  • Sport
  • Mata Sosok
  • Mata Kampus
  • Pojok Matanews
  • Galeri
  • Redaksi
  • Home
  • Mata News
    • Daerah
    • Nasional
    • Internasional
  • Opini
  • Lifestyle
    • Entertainment
    • Kesehatan
    • Kuliner
    • Pariwisata
    • Seni Budaya
    • Religi
  • Sport
  • Mata Sosok
  • Mata Kampus
  • Pojok Matanews
  • Galeri
  • Redaksi
No Result
View All Result
www.matanews.net
No Result
View All Result
Home Pojok Matanews

Ata Sembawa Datang Muat Garam, Pulang Bawa Ikan

(Catatan enteng tentang potensi perikanan tangkap di Luwuk)

by Redaksi -
April 27, 2021
in Pojok Matanews
1
Ata Sembawa Datang Muat Garam, Pulang Bawa Ikan

Foto ilusrtasi

296
SHARES
1.1k
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

KAMPUNG Luwuk terletak di bibir pantai utara Flores, persisnya di Manggarai Timur (Matim) bagian utara. Lebih detil lagi, ada di ujung Tanjung Luwuk yang secara administratif pemerintahan masuk di Desa Satar Punda, Kecamatan Lamba Leda, Matim, NTT. Dulu, tempat yang bernama Kampung Luwuk ini sering bertukar sebut dengan kata Torong (Tanjung). Ya, dalam peta satelit pun tercantum nama Torong Luwuk. Torong Luwuk ada di antara Torong Beci yang ada di bagian barat dan Torong Ninge di bagian timur. Dua torong yang mengapit Torong Luwuk sejajar.

Torong Luwuk tampak tidak terlalu panjang menjorok ke laut, hanya separuh dari panjang dua torong. Namun jika dipandang dari pesisir Pantai Dampek, Torong Luwuk tampak jauh menjorok ke laut hingga posisinya menutupi Torong Beci. Pada posisi inilah, orang Dampek menikmati sunset atau matahari terbenam, yang bertengger di ujung Torong Luwuk. Bola emas matahari itu memijarkan rona perak di kala senja dijemput malam. Sedangkan orang Luwuk, akan menikmati sensasi alam senja, bola emas yang beringsut lenyap ditelan horizon laut di ujung Torong Beci. Kala setengah bola emas itu ditelan malam, ia berubah menjadi piala raja, memijarkan warna keemasan. Ah, indah nian kampung ini.

Ata Sembawa Datang Muat Garam, Pulang Bawa Ikan
Ninge dan Torong Beci

Berkah Ada di Antara 2 Torong

Ada di antara dua torong, membuat Luwuk relatif aman dari amukan badai musim Barat (hujan) dan musim Timur (kemarau). Di bagian timur dari Torong Luwuk ada semacam teluk pendek. Kami menyebutnya Lanos atau Lanos Luwuk. Kedalaman Lanos Luwuk sekira 15 meter dalam kondisi air pasang naik. Dulu, Lanos Luwuk, saban tahun, Desember-April menjadi tempat berlabuh paling aman bagi perahu nelayan tradisional dari Sumbawa, NTB. Kami menyebut orang Sumbawa dengan sebutan ata Sembawa. Sekitar 3 hingga 5 perahu nelayan berlabuh di Lanos Luwuk.

Ata Sembawa datang cari ikan paling cepat pada bulan Desember. Saat amukan angin dan gelombang menggelora, ketika itulah perahu mereka muncul dari balik Torong Beci. Layar putih berbentuk segitiga sama sisi dengan posisi sudut lancip ditancap ke pangkal anjungan perahu dan ditopang tiang kokoh. Berjejer rapi, belasan perahu itu tampak elok rupa di tengah samudera gelora. Meliuk ria di tengah riak laut. Seperti gadis sedang menari-nari saja. Pukulan angin barat yang kencang membuat waktu tempuh gadis-gadis penari itu ringkas. Dalam tempo waktu 2 atau 3 jam, mereka sudah berbaris di depan Torong Luwuk.

Moncong runcing anjungan membelah gelombang. Sangat cepat. Buih putih bagai kapas terhampar di sekitar badan dan buritan perahu. Saat kami kecil, kami senang menyaksikan, mengintip dari jauh, lebih terang kalau dari atas pohon. Tentu, dalam hati kami berharap ada yang putar haluan kanan, ke selatan, menuju pelabuhan alam Lanos Luwuk. Sebab, belasan perahu itu tidak semua merapat ke Lanos. Separuh akan terus ke Timur melewati Torong Ninge, entah berhenti di mana, kami tak pernah tanya.

Jika ada yang sudah putar haluan, arah ke Lanos, kamipun senang. Mencermati mereka, sampai turun layar dan buang sauh, seakan menjadi tugas kami. Jika layar itu hanya digulung dan tidak diturunkan, itu pertanda mereka hanya singgah semalam di Lanos, kesokan harinya mereka akan melanjutkan perjalanan. Biasanya dan itu pasti, akan ada satu dua perahu yang langsung menurunkan layar, isyarat mereka akan menetap selama beberapa bulan di lanos yang tenang.

Ata Sembawa Datang Muat Garam, Pulang Bawa Ikan
Lanos atau Teluk Luwuk

 

Sahabat itu Woe

Setelah dua atau tiga hari ata Sembawa berlabuh di Lanos, kami mampir ke perahu mereka. Perkiraannya, mereka sudah menangkap ikan. Bapa saya, lopo Jek sangat senang kalau di antara perahu yang berlabuh itu ada perahu bernama Kota Madina. Berukuran besar, kombinasi warna putih dan biru, bikin Kota Madina tampak molek. Di Kota Madina inilah ada sahabat bapa saya, namanya Maduan.

Sahabat orang asing, biasanya disebuat woe. Ya woe-nya lopo Jek adalah Maduan, seorang tukang masak di perahu Kota Madina itu. Seminggu sekali, lopo Jek sambangi woe-nya. Kerapkali saya juga diajak lopo Jek ke perahu sahabatnya. Kami biasanya bawa pisang mentah. Jika sudah di pantai, lopo Jek akan memberikan kode ke perahu, biar bisa dikenal woe-nya. Kadang melambaikan baju atau memanggil namanya, “Maduannnn!…Ini Jekkkk!”.

Maduan yang sudah kenal betul suara sahabat karibnya, akan langsung turunkan sampan kecil berkapasitas muat tiga orang dewasa. Jarak pantai ke lanos sekira 500 meter. Sehingga dalam hitungan sekira 20 menit, kami sudah berada di atas Kota Madina. Bapa saya sangat senang ngobrol dengan Maduan, woe-nya. Saya duga, bapa saya banyak sekali tanya itu ini kepada Maduan mengenai kehidupan nelayan Sembawa. Maduan pun sangat senang bercerita. Itu rupanya membuat mereka sangat akrab dan tak pernah lekang hubungan woe-nya meski bertahun-tahun. Bahkan pernah suatu ketika, bapa saya menginap semalaman di Kota Madina.

Ata Sembawa Datang Muat Garam, Pulang Bawa Ikan
Ikan Julung-julung di perairan Torong Luwuk

Menangkap Ikan Lenguru dengan Pukat Cincin

Ata Sembawa menangkap ikan pakai pukat cincin. Artinya, mereka menangkap ikan dengan cara melingkari rombongan ikan yang sedang mencari makanan di permukaan air. Ikan yang mereka tangkap, persis ikan yang tidak bisa ditangkap oleh orang Luwuk. Orang Luwuk hanya bisa menangkap ikan di saat air surut. Kalau air surut terjadi malam hari, maka bisa digunakan lampu petromax untuk penerangan, atau sepotong bambu yang diisi minyak tanah dijadikan obor.

Kembali ke ata Sembawa tadi. Mereka menangkap ikan yang biasa kami sebut lenguru. Rupanya, nama lenguru ini, bukan nama umum ya. Tapi, khusus hanya bagi orang Luwuk. Sebab saat dilacak di mesin google, nama ikan lenguru tidak muncul. Google malah menampilkan ikan Lemuru (Sardinella lemuru), spesies ikan Actinopterygii dalam genus Sardinella. Modelnya seperti ikan bandeng.

Namun saat dideskripsi bentuknya; ikan dengan mulut runcing panjang, google menyodorkan nama ikan Julung-julung yang nama latinnya Hemiramphus Brasiliensis. Bentuknnya seperti lenguru yang pernah kami tukarkan dengan pisang. Ikan Julung-julung inilah yang ditangkap ata Sembawa, menggunakan jaring dengan sistem melingkar. Panjang jaring sekira 100 meter. Jaring lumrah berwarna hijau tua atau warna coklat.

Untuk menangkap Julung-julung, ata Sembawa bukan menggunakan perahu, tapi sampan berukuran besar panjang. Sampan ini akan digerakkan dengan kekuatan tenaga manusia. Di atas sampan ini ada 8 hingga 10 orang dengan pembagian tugas; satu orang berdiri di anjungan untuk memantau gerak permukaan air. Mata orang Sembawa sudah terlatih untuk membedakan percikan ombak dan gerakan rombongan lenguru di atas permukaan laut. Jika juru pantau melihat ada lenguru, dia akan memberikan kode.

Maka seketika itu, 6 orang tenaga pendayung -tiga sisi kiri dan tiga sisi kanan- akan menggerakkan dayung mereka sekuat-kuatnya dan secepat-cepatnya. Sehingga sampan akan meluncur cepat dan senyap. Sementara itu satu orang khusus menurunkan pukat dengan cekat dan seorang juru kemudi akan mengatur jalannya sampan. Juru kemudi mengarahkan sampan, melingkar, hingga ujung pukat ketemu ujung pukat. Jika sudah ketemu kedua ujung pukat, tugas selanjutnya menarik pukat ke sampan. Sekali melingkar, mereka akan memanen ratusan kilogram ikan lenguru.

Sungai Wae Pesi

Belakangan baru saya tahu, isi percakapan Maduan dan lopo Jek. Dari lopo Jek, saya banyak tahu bahwa ikan Julung-julung atau lenguru tidak hidup di sembarang laut. Ikan ini khas ada di perairan di mana ada riak air laut ketemu air tawar, ada buih mengandung unsur hara makanan. Iya Julung-julung, jenis ikan endemik di perairan tawar mencari makanan di permukaan air yang keruh. Laut di depan Torong Luwuk hingga ke Torong Ninge, dari Desember hingga April, hampir selalu keruh. Itu karena Sungaii Wae Pesi mengirimkan debet air sangat banyak di musim hujan ke muara yang kemudian dipukul angin barat hingga air tawar yang keruh itu melintasi laut di depan Torong Luwuk. Saat itulah, lenguru naik dan mencari hara makanan. Maka, ata Sembawa, karena pemahaman dan keterampilannya datang pada bulan yang pas untuk memanen Julung-julung di depan Torong Luwuk.

Datang Muat Garam

Dari lopo Jek pula, saya tahu cara kerja atau manajemen kelompok nelayan Sembawa. Kelompok nelayan yang terhimpun dalam satu perahu, sekitar 8 hingga 10 orang, umumnya bermodalkan tenaga dan keterampilan. Perahu berkapasitas belasan ton akan diisi dengan muatan dasar beras, yang sudah dihitung untuk jatah makanan 3 atau 4 bulan. Selain beras, juga muatan dasar adalah garam. Garam-garam ini untuk mengawetkan ikan yang mereka tangkap. Hitungan mereka tidak akan meleset. Jika mereka datang dengan memuat garam sekian ton, maka pulangnya akan membawa ikan asin sekian ton. Mereka pulang ke Sumbawa pada musim angin timur. Belasan ton mereka bawa pulang ikan dari Torong Luwuk. Di kampung halaman, mereka melepas ikan asin ke pasaran yang sudah diatur pemerintahnya. Hasil jualan dialokasikan untuk bayar garam sekian persen, beras sekian persen, anggota kelompok sekian persen.

Ata Sembawa Datang Muat Garam, Pulang Bawa Ikan
Senja menjelang malam di Pantai Torong Luwuk

Hitungan Enteng

Ketika saya melintasi daratan Sape, Bima, Sumbawa, Lombok, Denpasar menuju Jakarta pada 2001, terasa pembangunan fisik seperti infrastruktur jalan sangat berbeda dengan Manggarai, Flores. Kala itu saya menduga, jangan-jangan sumber PAD-nya NTB berasal dari Lanos Luwuk. Ya bisa benar. Hitungan sederhana saja. Jika puluhan perahu nelayan ata Sembawa bergerak ke Timur pada musim hujan, maka ratusan ton garam dan beras laku diijon oleh para anggota nelayan. Pulang ke Sumbawa, mereka bongkar ratusan ton ikan senilai miliaran rupiah. Perputaran ekonomi NTB pun cepat, bisa membangun segala fasilitas yang dibutuhkan. Gedung sekolah iya, menyekolahkan anak, iya juga. Singkatnya, mereka ekonominya baik dan tingkat pendidikan juga baik. Saat ini, hampir tidak ditemukan ata Sembawa menggunakan perahu layar menyeberangi garangnya laut. Mereka sudah menggunakan perahu bermesin tempel. Nelayan Sumbawa sudah modern.

Di saat yang sama, laut di depan Torong Luwuk pada Desember hingga Maret tetap seperti saban musim, keruh karena air tawar bercampur air laut. Tapi itulah berkat, sebab Julung-julung muncul bermain ria di atas percikan ombak menikmati makanan. Sayangnya, orang Luwuk tidak bisa berbuat apa-apa. Dinas perikanan Matim pun tidak tau bahkan tidak mau tahu potensi itu, karena Borong, Ibu Kota Matim ada di Selatan, jauh dari utara. Pemda Matim lebih suka ajak orang tambang keliling kampung yang ada gamping di bawahnya, ketimbang ajak investor untuk menghidupkan sektor perikanan tangkap yang telah membuat NTB maju. (Donatus Nador)

Tags: ikan lenguruJulung-julungLuwukManggariai Tiurtorong LuwukTorong Ninge
Redaksi -

Redaksi -

Next Post
Gusti Dula Ikuti Sidang Dakwaan Secara Virtual

Gusti Dula Ikuti Sidang Dakwaan Secara Virtual

Comments 1

  1. Ping-balik: Ata Plu'e Datang Panah Ikan, Pulang Muat Jagung dan Padi - www.matanews.net

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Facebook Twitter Youtube RSS

Matanews.net

www.matanews.net

Nifarro park, ITS tower Lantai 7 room 70, Jl raya pasar minggu km 18 pejaten, jakarta selatan.
"Kirim opini dan tulisan anda ke Redaksi Matanews.net melalui email Redaksi@Matanews.net".

Facebook

© 2020 matanews.net -design matanews.net.

No Result
View All Result
  • Home
  • Mata News
    • Daerah
    • Nasional
    • Internasional
  • Opini
  • Lifestyle
    • Entertainment
    • Kesehatan
    • Kuliner
    • Pariwisata
    • Seni Budaya
    • Religi
  • Sport
  • Mata Sosok
  • Mata Kampus
  • Pojok Matanews
  • Galeri
  • Redaksi

© 2020 matanews.net -design matanews.net.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In