CIBAL, Matanews.net-Orang Manggarai disebutkan memiliki indikator-indikator perilaku yang sering ‘mbeis’ (meremehkan), ‘mangkong’ (menuduh), dan ‘pocu’ (menjelekan). Yakobus J menilai perkembangan zaman sekarang mengikis nilai kebudayaan.
Demikian Yakobus J, tokoh adat Cibal, Manggarai, Flores-Nusa Tenggara Timur pada Kamis, 23 Juni 2021. Ia menjelaskan ritual ‘tiba meka’ orang Manggarai sebagai bentuk tata cara penyambutan tamu yang mengunjungi suatu kampung atau wilayah atau instansi tertentu dengan tradisi yang berlaku umum bagi masyarakat Manggarai dalam sikap dan berprilaku.
Makna Tiba Meka
Makna ‘tiba Meka’ berasal dari 2 kata yakni ‘tiba’ dan ‘meka’. Tiba berarti terima, menadah, tangkis, setuju dan menyambut. Sedangkan, ‘Meka’ berarti tamu. Jadi, lanjut Yakobus, tiba meka berarti menerima dan menyambut tamu. Untuk anak yang baru lahir disebut ‘Meka Weru’ ( tamu yang baru dilahirkan).
Ia menjelaskan dalam kehidupan sehari-hari orang Manggarai, ada beberapa maksud kedatangan tamu di kampung atau ‘beo’. ‘Meka Lako lejong-meka lako liba’ (tamu yang kebetulan mampir di suatu kampung) yaitu mereka yang melintasi suatu kampung untuk berdagang.
Kedua, ‘meka ata poli reke bolon’ (tamu yang sudah ada pemberitahuan terlebih dahulu) untuk suatu keperluan seperti pemerintah, tokoh agama, dan lain-lain. Ketiga, ‘meka lejong toe reke’ (tamu yang tidak didahului dengan pemberitahuan) seperti mereka yang menjadi petualang.
Dari tiga jenis tamu di atas, yang biasa diterima secara adat, lanjut Yakobus, adalah tamu yang sudah membuat suatu perjanjian atau pemberitahuan terlebih dahulu. Tamu jenis ini juga dibagikan ke dalam beberapa kelompok.
Pertama, ‘meka ata undang lite’ (tamu yang diundang) untuk acara adat seperti penti (syukur atas panen), caci wagal (syukur perkawinan) dan sebagainya. Kedua, ‘meka ata manga perlu’ ( tamu yang punya tujuan khusus) untuk mengundang pemilik rumah menghadiri suatu acara adat. Ketiga, ‘meka pemerintah atau tokoh agama’ biasanya hadir untuk memberi dukungan material dan spiritual demi kemajuan suatu kampung.
Tata Cara Tiba Meka
Dalam penyambutan tamu, orang Manggarai memiliki beberapa prosedur di antaranya pertama, ‘Reis tiba di’a’ ( penyambutan dengan baik). Dalam bagian ini, ada beberapa hal penting yakni sapaan pembuka. Pengantar ini akan disampaikan oleh perwakilan dari suatu kampung. Biasanya, disampaikan oleh tokoh adat yang berfungsi sebagai ‘laro jaong’ (juru bicara) dan ‘ letang temba’ (mewakili) warga kampung.
Selain itu, ungkapan kegembiraan menunjukkan kebahagiaan warga kampung karena tamu telah datang. Ungkapan ini juga diwakili oleh tokoh adat dengan ‘kapu’. Dilanjutkan dengan ungkapan kekaguman kepada tamu yang bersedia mengorbankan waktu untuk datang ke kampung.
Terakhir, penutup dimana tamu diberi ayam jantan yang berwarna putih dan tuak sebagai puncak kegembiraan dari warga kampung dan juga sebagai tanda kehormatan. Tuak menjadi lambang penyerahan seluruh harapan kegembiraan bersama warga kampung.
Kedua, ‘raes agu raos cama laing’ (berbagi suka cita dan kebersamaan). Dalam bagian ini, penutur adat akan menyapa tamu dengan ‘ema’ yang menunjukkan kerendahan hati. Selain itu, warga kampung juga akan memperlihatkan suasana keakraban dengan “padir wa’i rentu sa’i” menyambut tamu. Terakhir adalah penerimaan dengan memberikan tuak reis (penyambutan) sebagai ajakan untuk menjadi bagian dari warga kampung dan menikmati suasana kegembiraan.
Ketiga, ‘pandeng cepa’ (Kebersamaan jasmani dan rohani) acara ini lebih pada pemberian sirih pinang tanpa ada pernyataan formal secara adat. Hal ini biasanya dilakukan oleh kaum perempuan. Pandeng cepa dimaknai sebagai ucapan selamat datang secara simbolis. Menikmati sirih pinang tanda masuk dan mengecap suasana persekutuan.
Keempat, ‘inung wae kolang’ (Minum bersama sebagai tanda keakraban) sebagai suguhan perdana atau pembuka bagi tamu. Kelima, ‘tegi reweng’ (minta peneguhan atau motivasi) kepada tamu untuk memberikan pengarahan dan motivasi untuk kemajuan sebuah kampung. Dalam situasi ini, tokoh adat akan menceritakan persoalan di kampung.
Keenam, ‘wali di’a (mohon keselamatan untuk tamu) merupakan ucapan terima kasih tokoh adat kepada tamu. Selain itu, tokoh adat juga akan memberi harapan agar tamu diberi kesehatan untuk tetap berjuang bersama warga kampung. Juga dalam bagian ini, tokoh adat akan menyampaikan permohonan maaf kepada tamu dan tamu akan diberikan ‘tuak baro salah’ (tuak untuk dimaafkan).
“Semoga, tradisi tiba meka orang Manggarai ini diharapkan bisa memperkaya literasi budaya Indonesia dan nilai-nilai kearifan lokal serta nilai-nilai karakter yang terkandung di dalamnya,” tutup Yakobus. (M-9)