ZAMAN dahulu kala, judi merupakan kegemaran orang desa dan orang kota
untuk menghasilkan uang dengan cara kilat tanpa usaha yang berat. Juga merupakan cara membuang uang dengan cara kilat pula tanpa perlu repot belanja. Judi bukan hanya merupakan tradisi khas orang luar negeri, tetapi judi juga sudah mendarah daging dalam tubuh orang Indonesia. Kota tempat judi yang paling terkenal di luar negeri yaitu Las Vegas, Amerika Serikat dan Macau, Hongkong.
Judi pun telah menjadi pseudo-kultur orang Kabupaten Sikka. Sabung ayam, dadu-regang, dadu-pisung, kiu-kiu, fung, frans, foker, remi, empat-puluh-satu, kabu, bola guling, dan kupon putih serta bingo adalah contoh jenis judi yang akrab kita dengar dan kita lihat di masyarakat.
Bahkan di Bumi Nyiur Melambai ini, judi dianggap sebagai ‘doa’ bagi arwah dalam ‘mete’ orang mati (lazim diadakan selama empat malam setelah pemakaman jenazah). Argumen masyarakat ‘Tanpa main judi, sulit mete; sulit mete, mana bisa doa?’
Seperti apapun argumen tersebut, judi tak pernah menguntungkan, yang ada hanyalah merugikan. Uang melayang, waktu hilang, tenaga habis, keluarga porak poranda, bahkan nyawa pun bisa melayang. Jika begitu, bagaimana kondisi sejahtera moret epan dapat diraih?
Dadu regang merupakan permainan judi yang menggunakan tiga buah dadu yang berukuran kecil dan dua buah piring kecil untuk mengocoknya serta selembar karpet selebar 1×1,5 m yang berisi enam blok angka yang disediakan sebagai tempat untuk memasang uang taruhan. Cara permainan dadu regang ini dimulai dengan mengocok dadu di dalam piring dalam keadaan tertutup yang dilakukan oleh bandar dan diletakkan di depan bandar yang sedang duduk bersila dan bandar menawarkan kepada pemain untuk memasang taruhan dengan meletakkan sejumlah uang di salah satu blok angka yang tersedia di karpet. Setelah semua pemain memasang taruhannya, bandar membuka wadah pengocok. Angka yang tampil itulah yang menunjukkan siapa pemenang dalam putaran tersebut. Bandar akan menarik semua uang dari pemain yang kalah dan membayar langsung
sejumlah kali lipat uang pemain yang menang.
Di desa Watublapi, terdapat sebuah keluarga dengan kepala keluarganya bernama bapak Lambertus Bera dan istrinya yang bernama Maria Goreti yang tinggal di dalam sebuah rumah yang sangat sederhana dengan dinding yang terbuat dari anyaman bambu dan beratapkan alang-alang daun kelapa yang dikeringkan. Mereka hidup bahagia walaupun tinggal di rumah yang sangat sederhana.
Maria Goreti sedang hamil tua, hamil anak yang sangat mereka nantikan selama sepuluh tahun pernikahan mereka dan pada saat mau melahirkan mereka kesulitan untuk membawa ibu itu ke puskesmas terdekat dari Watublapi, yaitu puskesmas Hewokloang, karena tidak ada kendaraan yang lewat kalau sudah malam hari dan waktu itu sudah tengah malam, tetapi bulan purnama menampakkan wajahnya yang berbinar menerangi seluruh desa Watublapi. Walaupun sudah tengah malam, angin malam bertiup semilir menghantarkan hawa dingin yang menusuk tulang, mereka tetap berusaha berjalan keluar rumahnya untuk menanti kendaraan yang lewat.
Tiga puluh menit sudah mereka melakukan perjalanan, tak ada satu kendaraan pun yang lewat. Jalanan sangat sunyi dan mencekam sehingga mereka memutuskan untuk berlindung di bawah kerimbunan barisan pohon bambu yang tertata rapi seperti hutan bambu, sangat cocok untuk dijadikan tempat mereka beristirahat melepas lelah dan penat. Maria Goreti merasa sangat kelelahan, seakan tak sanggup lagi untuk melangkahkan kakinya sehingga meminta beristirahat dan berbaring di bawah pohon bambu tersebut.
“Aduh Pa, aku lelah sekali, aku tak sanggup melangkah lagi. Bisakah kita beristirahat sebentar di bawah pohon bambu ini?” kata Maria Goreti yang sudah mulai pucat dan keluar keringat dingin karena kelelahan dan kedinginan akibat angin malam yang berhembus.
“Baiklah Ma, kita istirahat dulu sejenak, melepas lelah, semoga ada kendaraan yang lewat.” jawab Lambertus dengan lembut karena istrinya yang benar-benar kelelahan.
Dua jam telah berlalu, lama sekali mereka beristirahat dan menunggu kendaraan yang lewat, tetapi sampai dini hari, tidak ada satu kendaraan pun yang lewat. Jalanan terasa makin sunyi, sepi, dan semakin mencekam, yang terdengar hanyalah suara katak, jangkrik, dan belalang yang bersahut-sahutan menemani mereka dan memecahkan kesunyian jalanan di sekitar tempat mereka beristirahat.
“Wrebekk-wrebekk-wrebekk” suara katak.
“Krik…krik…krik…” suara jangkrik menyusul suara katak.
“Creeeeet…creeeeet…creeeeet…” suara belalang menyusul tidak mau kalah dengan suara katak dan jangkrik.
Terlihat asap putih tebal yang tiba-tiba muncul dari balik barisan bambu yang menyerupai manusia dan tiba-tiba asap putih tersebut berubah wujud menjadi seorang nenek tua yang bungkuk, berambut putih dan panjang menjuntai menyentuh tanah, memakai tongkat kayu coklat yang berkepala ular tepat di hadapan mereka.
“Wahai anak muda berdua, sedang apa kalian di sini?” tanya sang nenek kepada mereka. Suami istri ini terkejut dan sangat ketakutan karena kemunculan sang nenek yang tiba-tiba.
” Istri saya sudah mau melahirkan, tetapi kami tidak memiliki kendaraan untuk mengantar istri ke puskesmas terdekat,”jawab suamiya.
“Saya bisa membantu istrimu melahirkan dengan syarat anak itu harus menjadi anakku,” jawab sang kakek.
Suami istri tersebut langsung menolak dengan keras tawaran sang nenek.
“Kami tidak mau anak kami nenek ambil, kami sudah sangat lama menantikan kelahiran anak ini,” suami istri tersebut menolak dengan keras.
Tak lama kemudian, sang istri mengalami kesakitan luar biasa seperti orang yang sudah benar-benar mau melahirkan, terjadi perdarahan dan air ketubannya pecah sehingga baju sang istri yang bagian bawahnya basah kuyup dan berwarna merah darah.
Sang suami sangat ketakutan dan kemudian mereka berdua menyetujui persyaratan dari sang nenek tersebut.
“Nenek, nenek, tolonglah istriku…,” kata sang suami memohon kepada sang nenek.
“Aku tidak mau membantu kalian karena tadi kalian menolak persyaratanku,” balas sang nenek.
Tolonglah Nek, tolong…, tolong kami Nek, kami tidak tahu harus berbuat apalagi…” sang suami memohon sekali lagi sambil berlutut di hadapan sang nenek.
Sang nenek akhirnya merasa kasihan terhadap suami istri tersebut sehingga nenek tersebut akhirnya membantu sang istri melahirkan.
Selang satu jam kemudian, sang istri tersebut berhasil melahirkan seorang anak laki-laki dengan selamat. Anak laki-laki tersebut sangat tampan dan rupawan, tetapi ada tanda hitam berukuran sekitar satu sentimeter dan berbentuk segitiga terbalik tepat di dahi di atas hidungnya diantara dua alisnya. Tanda hitam tersebut membuat sang ibu dan ayahnya terkejut.
“Mengapa ada tanda hitam di dahi anak laki-lakiku yang baru lahir ini?” tanya ayah dari bayi itu.” Aku yang menandainya sebagai tanda anakku,” jawab sang nenek.
Ayah anak tersebut terdiam sejenak dan akhirnya bisa menerima kenyataan tersebut karena bagaimanapun juga sang neneklah yang sudah membantu sang istri melahirkan anak laki-laki tersebut dengan selamat dan ibunya juga selamat.
“Terima kasih banyak, Nek, atas bantuannya,” kata sang ayah anak laki-laki tersebut.
Sang nenek berpesan bahwa dia menitipkan anak tersebut kepada suami istri tersebut untuk merawatnya hingga dia dewasa dan sewaktu waktu sang nenek akan melihat keadaan sang anak laki-laki tersebut bersama suaminya .Entah dalam mimpi atau bertemu secara langsung.
“Tolong jaga dan rawat dia baik-baik dan jangan pernah sekalipun menyakitinya. Jika kalian berani menyakitinya, aku tidak akan segan mengambil anak laki-laki tersebut dari kalian untuk selama-lamanya dan kalian tidak akan pernah melihatnya lagi,” nasihat dan ancam kata sang nenek kepada suami istri tersebut.
Akhirnya suami istri tersebut menyetujui persyaratan sang nenek. Tiba-tiba sang nenek menghilang dari hadapan mereka. Mereka pun terkejut dan kebingungan mencari kemana perginya sang nenek.
Setelah itu sang suami mengatakan kepada istrinya “Mari kita pulang ke rumah dan tidak usah bingung mencari sang nenek lagi karena kamu pasti sangat kelelahan, kehausan,dan kelaparan,” ajak suami untuk pulang rumah.
Tiba-tiba ada mobil pick up yang biasa digunakan untuk mengangkut hasil bumi datang dari arah Maumere menuju kampung Watublapi lewat di depan mereka. Sang suami langsung melambaikan tangan kepada orang dalam mobil pick up tersebut untuk meminta pertolongan. Sang sopir pick up tersebut langsung segera menginjak rem mobilnya dengan cekatan dan seketika mobil pick up itu berhenti tepat di depan suami istri itu berdiri.
“Kalian siapa dan mau kemana? Kenapa dini hari begini kalian masih berada di jalanan dan bersama anak bayi? Sedangkan kalian tahu bahwa tempat ini merupakan tempat yang angker dan banyak penjahat yang berkeliaran. Kenapa baju istrimu berdarah darah? Apa yang terjadi pada kalian?” tanya sopir itu dengan kaget penuh heran.
“Ceritanya sangat panjang, nanti kami ceritakan saat kami ada di dalam mobil. Kasihan istriku yang baru saja melahirkan, dia sangat lemah, lapar dan haus,” ceritanya sangat panjang jawab suaminya.
Sang sopir pun mengizinkan mereka berdua untuk menumpang di dalam mobilnya. “Kalian mau kemana?” Tanya sopir.
“Kami mau pulang ke rumah, ke kampung Watublapi, rumah kami dekat dengan kantor kepala desa Watublapi,” jawab suami sementara kedinginan.
“Kalau begitu, kita satu jalur perjalanan, saya juga mau ke Watublapi untuk ambil cengkeh dan diangkut ke Maumere untuk dijual,” jawab sang sopir.
Sang suami menceritakan semua kepada sang sopir kejadian yang mereka alami selama di jalan tadi.Sang sopir terkejut, takut, dan merasa keheranan mengingat tempat mereka berdiri tadi merupakan tempat yang sangat angker di daerah tersebut. Sang sopir mengantar mereka dengan hati-hati saat menyetir mobilnya karena ada bayi dan ibu yang baru melahirkan di dalam mobil tersebut.
Satu jam kemudian, sampailah mereka di depan rumahnya yang sangat sederhana. Dinding rumah tersebut terbuat dari bambu yang dianyam dan atapnya terbuat dari alang-alang daun kelapa dan rumah tersebut tepat di belakang kantor desa Watublapi. Suami istri tersebut turun dan mengucapkan banyak terima kasih kepada sang sopir karena telah mengantarkan mereka dengan selamat.
“Terima kasih atas bantuannya, berkat bantuan bapak kami bisa sampai di rumah kami dalam keadaan selamat,” kata sang suami.
Sang sopir pergi bersama mobilnya dengan begitu cepatnya hingga tidak tampak lagi.
Sang suami segera memapah dan menuntun sang istri masuk ke dalam rumah mereka. Kemudian sang istri segera istirahat di tempat tidur bersama sang bayi dan suaminya segera menyiapkan makanan dan minuman hangat untuk sang istri. Sesudah makan makanan dan minum minuman yang hangat, sang istri segera membersihkan diri di kamar mandi, begitu juga dengan sang suami juga segera membersihkan diri dan segera beristirahat di tempat tidur mereka bersama bayinya.
Keesokan harinya, suami istri tersebut bangun agak kesiangan karena mereka sangat kelelahan akibat kejadian kemarin. Tiba-tiba terdengar suara tetangga yang menggedor pintu rumah “Ada apa Simon? Kenapa kamu menggedor pintu rumahku dengan keras sekali? Apa yang terjadi?” ketika tetangga bernama Simon menggedor pintu. “Hari ini ada kematian yang aneh seperti kematian yang kemarin,” jawab Simon.
“Maksud kamu apa? Apa maksudnya ada kematian yang aneh seperti kematian
yang kemarin? Aku tidak mengerti,” kata sang suami.
“Maksudnya orang yang meninggal hari ini sama dengan orang yang meninggal kemarin yaitu mereka ini adalah orang yang memenangkan judi dadu Regang di rumah duka Om Datus dan sangat tragis kematian mereka. Malam pertama setelah om Datus dimakamkan, si Alex ini memenangkan permainan judi dadu regang di rumah duka, esok harinya Alex tiba-tiba meninggal dengan cara gantung diri di dahan pohon asam yang paling tinggi yang tidak mungkin bisa dipanjat oleh manusia, dia seperti dibawa oleh makhluk gaib dan digantungkan di dahan pohon asam tersebut setelah uang hasil menang judi tersebut habis digunakan untuk
berfoya-foya bersama teman-temannya,” kata si Simon menjelaskan kematian Alex.
“Malam keduanya, setelah om Datus dimakamkan, si Novan yang ikut judi dadu regang malam itu dan memenangkan judi dadu regang tersebut pun mati, setelah 2 hari menghabiskan uang hasil judian tersebut untuk berfoya foya juga bersama teman-temannya. Para penduduk melihat dia naik motor dalam perjalanan pulang menuju rumahnya dengan kecepatan tinggi dan tiba-tiba motornya terangkat ke atas seperti ada sosok makhluk gaib yang menjungkitkan motornya sehingga dia terjatuh ke jalan dan terseret beberapa meter serta kepalanya terbentur aspal
jalanan. Ajaibnya, motornya tetap melaju sendiri tanpa ada yang mengendarai sampai sekitar sepuluh meter ke depan dan akhirnya motor itu roboh di tengah jalan,” lanjut si Simon.
“Malam ketiga dan keempat pun terjadi kejadian yang sama, siapa pun yang memenangkan judi dadu regang tersebut pasti akan mati setelah mereka menggunakan uang hasil judi tersebut untuk berfoya-foya. Pada malam ketiga, si Moat yang ikut judi dadu regang itu menggorok lehernya sendiri, seperti ada yang membuatnya menggorok lehernya sendiri dengan parang. Walaupun dia mencoba untuk menjauhkan parang itu dari lehernya, usahanya sia-sia dan akhirnya parangnya tetap menebas lehernya hingga nyaris putus. Pada malam keempat, teman Moat yang bernama Revan juga meninggal. Pada saat dia akan pulang ke
rumahnya, ia menyeberang jalan dari kios di depan rumahnya, ia ditabrak oleh sebuah truk yang berkendara dalam kecepatan tinggi dan badannya dilindas oleh ban truk sehingga badannya hancur, organ-organ dalam badannya terburai kemana-mana sehingga mayat Revan tak berbentuk seperti manusia lagi,” kata Simon sekali lagi menjelaskan kepada mereka.
Sang suami dan istri pun terkejut akan berita ini. Tetapi mereka memutuskan bahwa anak mereka lebih penting daripada kematian-kematian pemain dadu regang ini. Mereka memutuskan untuk tetap tinggal di rumah dan tidak pergi melihat orang yang meninggal dengan tragis tersebut.
Kejadian tersebut terus terjadi di desa Watublapi. Kejadian demi kejadian tersebut membuat masyarakat desa Watublapi resah dan kebingungan mengenai apa yang telah terjadi. Kejadian tersebut juga terjadi di tempat lain seperti di desa Hewokloang, Waidoko, Nita, Lela, Paga dan juga Magepanda. Sehingga kematian aneh yang terjadi di kabupaten Sikka ini menjadi cerita mistis untuk seluruh warga
kabupaten Sikka yang diceritakan dari mulut ke mulut selama bertahun- tahun.
Tak terasa sudah dua belas tahun berlalu sejak kelahiran anak laki-laki tersebut. Kematian-kematian aneh karena permainan judi dadu regang tetap menjadi cerita mistis di kalangan masyarakat kabupaten Sikka.
Si anak laki-laki tersebut yang bernama Emanuel sudah berusia 12 tahun dan sudah mulai mengerti cerita mistis tersebut karena sering mendengar orang-orang desa Watublapi yang menceritakan dari seorang kepada yang lain selama bertahun-tahun.
Cerita mistis itu berkembang sedemikian pesatnya sampai di pelosok kabupaten Sikka sehingga semua orang mendengar dan merasa ketakutan terhadap cerita mistis tersebut. Korban kematian akibat judi dadu Regang di kabupaten Sikka sudah mencapai seribu orang tepat di hari ulang tahun si Emanuel. Si Emanuel mulai bertanya-tanya ada apakah di desa ini sebenarnya dan juga di desa-desa lainnya di kabupaten Sikka.
“Mama, mengapa setiap orang yang memenangkan judi dadu Regang selalu mengalami kematian? Apakah ada hal mistis yang terjadi yang berkaitan dengan judi dadu Regang?” Tanya Emanuel kepada ibunya dengan berani setelah mengetahui misteri kejadian dadu Regang.
“Mama tidak tahu sayang apa yang terjadi dan apa kaitannya antara judi dadu Regang dengan kematian. Lebih baik kamu konsentrasi belajar, jangan memikirkan hal-hal mistis ini,” jawab sang mama.
Pada suatu malam bulan purnama yang sangat terang dan bundar penuh. Tepat pukul dua belas malam. Saat si Emanuel tidur nyenyak di tempat tidurnya, tiba-tiba listrik seluruh desa Watublapi padam. Membuat suasana desa Watublapi menjadi sunyi, sepi, dan gelap gulita. Dalam kegelapan malam itu, ia bermimpi didatangi seorang kakek tua yang bungkuk, memegang tongkat kayu berwarna hijau berkepala ular dan juga seorang nenek tua yang bungkuk, berambut panjang menjuntai sampai menyentuh tanah dengan tongkat kayu coklat berkepala
ular. “Wahai anakku, hanya kamulah orang yang bisa memutuskan rantai tumbal atau kematian judi dadu Regang di kabupaten Sikka ini,”kata kakek tua kepada Emanuel.
Emanuel sangat terkejut seribu tanya dalam angan akan perkataan kakek tua tersebut.”Kenapa harus aku? Aku hanyalah seorang anak kecil yang tidak tahu apa-apa,” jawab Emanuel.
“Aku telah memberi tanda pada dahimu saat kamu masih baru lahir. Tanda itu menunjukkan bahwa kamu adalah anakku. Kamu mempunyai kekuatan gaib yang sama dengan kami. Jadi kamulah yang bisa memutuskan rantai kematian judi dadu Regang tersebut,” jawab sang nenek berusaha meyakinkan Emanuel yang tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh sang nenek dan kakek.
“Bagaimana caranya aku bisa memutuskan rantai kematian tersebut, Nek?”penasaran Emanuel bertanya lagi.
“Jika ada kematian lagi di desa Watublapi, kamu wajib datang dan wajib ikut main judi dadu Regang dan kamu harus memenangkan permainan judi tersebut. Dan ingat bahwa uang hasil memenangkan judi tersebut harus didermakan untuk orang yang tidak mampu atau diserahkan ke gereja sebagai persembahan kepada Tuhan,” jawab sang nenek.
“Jikalau kamu berhasil memenangkan judi dadu Regang tersebut, di saat itu juga rantai tumbal atau kematian judi dadu Regang tersebut akan putus untuk selama lamanya. Tidak akan ada lagi korban- korban berikutnya akibat judi dadu tersebut. Syaratnya hanyalah uang hasil menang judi dadu Regang tersebut tidak boleh dipakai buat berfoya-foya,”lanjutnya.
“Semoga kamu berhasil Nak, supaya seluruh masyarakat di kabupaten Sikka ini selamat dari rantai tumbal judi dadu Regang tersebut,” jawab sang kakek.
Keesokan paginya, Emanuel bangun pagi dengan lunglai karena merasa kurang tidur akibat mimpi tersebut. Dia menceritakan mimpi tersebut kepada ibu dan ayahnya. Tetapi mereka tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Emanuel, karena dia masih kecil dan dianggap hanya mimpi biasa. Apalagi mimpi seorang anak kecil. Emanuel juga menceritakan mimpinya kepada keluarganya yang lain tetapi mereka semua tidak percaya.
“Bapa, Mama, tadi malam aku bermimpi bahwa aku didatangi seorang nenek dan kakek yang berkata bahwa hanya aku yang dapat memutuskan rantai kematian judi dadu regang ini,” kata Emanuel berusaha meyakinkan orang tuanya.
“Ah, kamu ada-ada saja. Kamu pasti hanya mimpi ingin menjadi pahlawan,” kata ayahnya tidak setuju.
“Ah, kamu hanya anak kecil. Kamu belum mengerti apa itu mimpi. Apalagi arti mimpimu itu,” kata bapa kecilnya.
Tetapi dia tidak putus asa, kemudian dia mencari seorang pendoa di Wairhubin dan menceritakan mimpinya tersebut kepada pendoa itu serta meminta bantuan pendoa tersebut untuk membantu meyakinkan masyarakat supaya percaya dan turut membantu memutuskan rantai tumbal judi dadu regang. Pendoa tersebut bernama bapak Markus, seorang pendoa yang sangat terkenal di kabupaten Sikka karena beliau sering menyembuhkan orang-orang yang menderita penyakit mistis, mengusir roh-roh jahat, dan mampu melihat masa depan. Pak Markus membantu Emanuel untuk meyakinkan orang tua, keluarga dan masyarakat kabupaten Sikka mengenai arti mimpi Emanuel tersebut.
“Pak Markus, nama saya Emanuel. Saya bermimpi didatangi oleh seorang nenek dan kakek yang mengatakan bahwa hanya saya orang yang bisa memutuskan rantai kematian judi dadu regang di Kabupaten Sikka ini,” kata Emanuel.
Pak Markus kemudian memegang tangan anak itu sambil memejamkan matanya
sejenak. “Benar anakku, hanya dirimulah satu-satunya orang yang diutus oleh Tuhan untuk memutuskan rantai kematian judi dadu regang di kabupaten Sikka tercinta ini,”kata Pak Markus setelah menerawang jiwa seorang Emanuel.
Setelah Pak Markus memberi tahu bahwa apa yang dikatakan oleh Emanuel itu benar, masyarakat kampung Watublapi dan keluarganya baru mau terima dan percaya serta berkeinginan membantu memutuskan rantai kematian judi dadu regang.
“Wahai saudara-saudaraku sekalian, dengarkanlah apa yang saya katakan ini. Emanuel telah ditunjuk oleh Tuhan untuk memutuskan rantai kematian judi dadu regang yang sedang terjadi di kabupaten Sikka ini. Jadi, saya mohon bantuan saudara-saudara sekalian untuk membantu Emanuel dalam memutuskan rantai kematian ini. ”jelas Pak Markus kepada puluhan orang yang berkumpul di rumahnya saat meminta didoakan setelah dikunjungi Emanuel beberapa saat berlalu.
“Kami akan membantu Emanuel dengan segenap hati dan jiwa kami,” jawab salah seorang hamba Tuhan.
“Kami juga ingin membantu Emanuel. Kami ingin lepas dari rantai kematian ini. Kami tidak ingin anak cucu kami menjadi korban selanjutnya,” jawab salah seorang yang lain di dalam ruangan itu.
“Terima kasih banyak atas kepercayaan dan bantuan kalian semua. Kita bisa membantu Emanuel dengan cara membantu memenangkan dia saat bermain judi dadu regang dan uang hasil memenangkan judi tersebut harus kita serahkan kepada gereja atau untuk membantu orang yang tidak mampu,” kata Pak Markus.
Pada bulan Juli 2025, Emanuel mengikuti orang tuanya menuju pemakaman Bapak John Timotius. Malam harinya setelah pemakaman bapak tersebut, dia ikut acara “mete” dan melihat beberapa orang yang sedang berjudi di luar ruangan, di bawah tenda hijau depan rumah duka.
Malam itu suasana sangat sepi, sunyi, banyak orang yang datang melayat sudah pulang sebelum tengah malam karena mereka sangat ketakutan dengan cerita mistis dadu regang. Hanya beberapa orang saja yang masih tinggal di rumah duka itu. Malam itu bulan purnama penuh bersinar dengan terangnya menerangi rumah duka tersebut.
“Bolehkah aku mengikuti perjudian ini?” Tanya Emanuel kepada pemain judi yang lagi duduk itu, dan dengan senang hati para pemain judi menerimanya. Pemain-pemain judi rata-rata orang dewasa itu heran. Sebagian besar dari orang-orang tersebut berpikir bahwa pasti anak baru ini akan kalah karena dianggap pendatang baru oleh orang-orang yang bermain judi di tempat itu. Tidak lama kemudian ada seseorang yang memberitahukan kepada para pemain judi itu bahwa anak tersebut dapat memutus rantai kematian judi dadu regang dengan syarat dia harus
menang.
“Anak ini harus kita bantu untuk menang dalam judi ini, supaya rantai kematian akibat judi dadu regang ini segera putus. Kita tidak boleh biarkan ada korban yang ke 1001!” kata salah seorang pemain judi tersebut.
Setelah beberapa jam bermain, Emanuel akhirnya memenangkan judi dadu regang tersebut. Mereka semua bergembira akan kemenangan Emanuel. Emanuel pun mendapat hasil judinya dan mematuhi syarat nenek yang ditemuinya dalam mimpinya. Dia menggunakan uang hasil menang judi dadu regang tersebut untuk membantu orang miskin dan memberikannya kepada Gereja.
“Hore! Akhirnya Emanuel menang! Kita bisa segera bebas dari rantai kematian!” kata pemain judi yang lainnya.
“Terima kasih banyak atas bantuan kalian semua sehingga saya bisa menang. Saya berjanji akan menyerahkan uang kemenangan saya ini kepada gereja untuk membantu orang yang tidak mampu,” kata Emanuel.
Sekali lagi, tiba-tiba listrik padam di seluruh desa Watublapi dan terdengar suara guntur yang menggelegar memecah kesunyian malam itu serta kilat datang menyambar di sekitar rumah duka tersebut. Semua orang di rumah duka itu terkejut dan ketakutan karena langit tidak mendung dan hujan tidak datang karena bulan Juli bukan bulan musim hujan.
“Duaaarr!! Duaaaarrr!!! Duaaaaaarrr!!!!” suara guntur memecah kesunyian malam itu. Semua orang di rumah duka itu berlarian masuk ke dalam rumah duka dan bersembunyi di bawah meja karena ketakutan.
Suara guntur yang menggelegar ini menandakan putusnya rantai tumbal atau rantai kematian judi dadu regang yang selama ini terjadi di kabupaten Sikka.
Keesokan harinya, Emanuel bersama ibu dan ayahnya menyerahkan uang hasil judi kemarin malamnya kepada pastur di gereja Watublapi. Emanuel beserta orang tuanya merasa bahagia dan lega saat memberikan uang hasil judi tersebut ke gereja.
“Aku bahagia dan bangga sekali Mama karena aku sudah serahkan uang ini ke gereja ini,” kata Emanuel kepada ibunya.
“Iya, anakku, Mama juga bahagia karena kamu sudah menyerahkan uang ini kepada gereja,” balas ibunya.
“Terima kasih banyak anakku atas kerelaanmu dalam memberikan uang ini kepada gereja. Kami akan memberikan uang ini kepada mereka yang membutuhkan,” sahut pastur.
Seminggu kemudian berita mengenai putusnya rantai kematian akibat judi dadu regang tersebut tersebar di seluruh wilayah kabupaten Sikka. Seluruh masyarakat kabupaten Sikka menjadi lega dan bebas dari ketakutan yang selama ini menghantui masyarakat Sikka.
Berita ini juga didengar oleh Bupati kabupaten Sikka, bapak Petrus Paga, yang kemudian memberikan penghargaan berupa piala dan piagam peghargaan kepada Emanuel atas jasanya dalam membantu memutus rantai kematian judi dadu regang sehingga menciptakan kedamaian dan ketentraman di wilayah kabupaten Sikka. Demikianlah akhir dari legenda Dadu Regang Sang Pencabut Nyawa di kabupaten Sikka tercinta ini.
Sejak saat itu, masyarakat kabupaten Sikka memainkan judi dadu regang tidak lagi menggunakan taruhan uang asli, hanya uang kertas mainan. Apabila mereka tetap ingin memainkan judi dadu regang dengan menggunakan uang asli, maka mereka akan mendonasikan uang hasil judi tersebut kepada orang tidak mampu atau kepada gereja.
Sejak mendapatkan penghargaan itu, hidup Emanuel dan keluarganya berubah menjadi keluarga yang berkecukupan, tidak mengalami kekurangan apapun. Rumah mereka diperbaiki oleh warga sekitar desa Watublapi sehingga menjadi rumah yang layak dihuni. Emanuel tetap rendah hati dan dermawan terhadap orang yang di sekitarnya yang tidak mampu, begitu juga dengan keluarganya dan kedua orang tuanya. Dia juga berjanji akan melindungi masyarakat kabupaten nyiur melambai ini dengan menggunakan kekuatan gaib yang dia miliki dari mara bahaya yang mengancam.***
*) Siswi SMPK Frater Maumere